A) Mendeteksi
adanya komplikasi dan penyulit persalinan kala III
Konsep
Dasar
Yang dimaksud dengan
penyulit kala III dan IV seorang ibu bersalin adalah penyulit yang terjadi pada
ibu sedang bersalin kala III (kala uri, masa setelah dua jam post partum sampai
seluruh plasenta lengkap lahir).
Segera setelah plasenta
lahir, maka dinding uterus akan berkontraksi dan menekan semua pembuluh darah
yang terbuka sehingga dapat menghentikan perdarahan yang terjadi akibat
melepasnya plasenta. Jika uterus tidak
berkontraksi maka seorang ibu dapat kehilangan banyak darah, maka deteksi dini
dan penanganan kelahiran setelah plasenta segera setelah lepas dari dinding
uterus secara kompeten sangat diperlukan.
Seringkali keadaan
persalinan menyebabkan kesulitan untuk menentukkan jumlah perdarahan yang
terjadi karena bercampur dengan air ketuban dan serapan pada kain atau alas
tidur yang dipakai ibu bersalin.
Dinyatakan perdarahan post partum bila terjadi kehilangan darah lebih dari
500 mlper 24 jam. Perdarahan post partum
merupakan factor penyebab langsung kematian ibu bersalin.
Sebagian besar kematian
maternal terjadi dalam waktu 4 jam setelah melahirkan dan merupakan akibat dari
masalah yang timbul selama persalinan kala tiga. Perdarahan kala tiga adalah kehilangan darah
lebih dari 500 ml setelah persalinan kala tiga.
Namun, dalam prakteknya sulit untuk mengukur kehilangan darah dengan
tepat dan jumlahnya sering di perkirakan hamper terlalu rendah. Seorang ibu dengan perdarahan hebat akan
cepat meninggal bila tidak mendapatkan perawatan medis yang sesuai. Jadi sangat penting untuk melakukan
pendeteksian yang tepat mengenai penyebab perdarahan tersebut agar dapat di
tangani dengan tepat.
Factor
penyebab
a. Grandemultipara
yaitu jarak persalinan pendek kurang dari 2 tahun
b. Persalinan
yang dilakukan dengan tindakan pertolongan kala uri sebelum waktunya,
pertolongan persalinan oleh dukun, dan persalinan dengan tindakan paksa
c. Penyebab
utama perdarahan post partum primer: Atoni uteri (50-60%), retensio plasenta
(16-17%). Sisa plasenta(23-24%), laserasi jalan lahir (4-5%)
Manifestasi
klinik
Gejala klinik umum yang
terjadi adalah kehilangan darah dalam jumlah yang banyak (>500ml), nadi
lemah, pucat, lochea berwarna merah, haus pusing, gelisah, letih, dan dapat
terjadi syok hipovolemik, tekanan darah rendah, ekstremitas dingin, mual.
1.
Perdarahan
kala tiga
Perdarahan
kala tiga adalah kehilangan darah lebih dari 500 ml setelah kelahiran
plasenta. Perdarahan yang banyak pada
dalam waktu yang pendek dapat segera diketahui, tapi perdarahan sedikit dalam
waktu yang lama tanpa kita sadari penderita telah kehilangan banyak darah
sebelum tampak pucat dan gejala lainnya.
Perdarahan post partum
adalah perdarahan lebih dari 500-600 ml selama 24 jam setelah anak lahir. Termasuk
perdarahan karena retensio plasenta. Perdarahan post partum adalah perdarahan
dalam kala IV lebih dari 500-600cc dalam 24 jam setelah anak dan plasenta lahir
(Mochtar, 1998)
2.
Factor
predisposisi
Adapun factor predisposisi
terjadinya perdarahan post partum, antara lain:
a. Trauma
pada traktur genitalis :
·
Episiotomy yang lebar
·
Dilatasi
·
Laserasi perineum, vagina, serviks
·
Rupture uteri
b. Perdarahan
pada tempat implantasi :
·
Atonia uteri
·
Anastesi umum, anastesi blok
·
Miometrium dengan perfusi yang jelek
dapat terjadi hipotensi
·
Uterus overdistensi; janin besar,
kembar, hidramnion
·
Setelah persalinan lama, sangat cepat (presipitatus),
induksi
·
Paritas tinggi
·
Riwayat atonia
·
Korionamnionitis
·
Jaringan plasenta tertahan; adanya sisa
kotiledon dan lobus suksenturiata
·
Implantasi plasenta abnormal; akreta,
inkreta, perkreta
c. Defek
koagulasi
3.
Diagnosis
Diagnosis perdarahan
pada kala tiga dapat di tegakkan berdasarkan tanda dan gejala seperti
pengeluaran pervaginam, tumpukkan intra uteri, intraperitoneum tidak
terdeteksi, kondisi uterus, inspeksi jalan lahir, keadaan umum.
4.
Cara
mendeteksi
Berikut ini adalah langkah –
langkah atau cara mendeteksi komplikasi kala tiga persalinan, antara lain
:
a. Palpasi
uterus
Dengan
melakukan perabaan pada uterus, periksa dengan seksama bagaiman kontraksi
uterus dan tinggi fundus uterus. Bila dalam perabaan di temukan :
·
Kontraksi uterus lembek, lemah dan
fundus uterus masih tinggi merupakan tanda atonia uteri
·
Kontraksi uterus kuat dan fundus uteri
sudah mengecil maka diagnosis tanda atonia uteri disingkirkan.
b. Periksa
plasenta dan selaput ketuban
Periksa
apakah pada plasenta terdapat robekan atau tercabik – cabik beserta selaput
ketubannya. Bila didapatkan :
·
Plasenta dan selaput ketuban tidak
lengkap curigai adanya sisa plasenta dan selaput ketuban atau retensio
plasenta.
·
Plasenta dan selaput ketuban lengkap
diagnosis retensio plasenta disingkirkan.
5.
Penyebab
a.
Retensio
plasenta
1)
Konsep
Dasar
Retensio
plasenta adalah terlambatnya kelahiran plasenta selama setengah jam setelah
persalinan bayi. Pada beberapa kasus
dapat terjadi retensio berulang (habitual retensio plasenta), plasenta harus di
keluarkan karena dapat menimbulkan perdarahan, infeksi karena sebagai benda
mati, dapat terjadi plasenta incarserata, polip plasenta, degenerasi ganas khorio
karsinoma.
2)
Penyebab
Retensio Plasenta
Secara
fungsional dapat terjadi karena his kurang kuat (penyebab terpenting), dan
plasenta sukar terlepas karena tempatnya (insersi di sudut tuba), bentuknya
(plasenta membranasea, plasenta anularis), dan ukurannya (plasenta yang sangat
kecil), plasenta yang sulit lepas karena penyebab di atas di sebut plasenta
adhesive.
3)
Tanda
dan gejala
Gejala
yang selalu ada: plasenta belum lahir setelah 30 menit, perdarahan segera,
kontraksi uterus baik. Gejala yang kadang – kadang timbul: tali pusat putus
akibat kontraksi berlebihan, inverse uteri akibat tarikan, perdarahan lanjutan.
Tertinggalnya
plasenta (sisa plasenta), gejala yang selalu ada: Plasenta atau sebagian
selaput (mengandung pembuluh darah) tidak lengkap dan perdarahan segera. Gejala
yang kadang – kadang timbul: Uterus berkontraksi baik tetapi tinggi fundus
tidak berkurang.
4)
Penanganan
secara umum
·
Jika plasenta terlihat dalam vagina,
mintalah ibu untuk mengedan, jika anda dapat merasakan plasenta dalam vagina,
keluarkan plasenta tersebut, pastikan kandung kemih sudah kosong, jika di
perlukan lakukan kateterisasi kandung kemih.
·
Jika plasenta belum keluar lakukakn
oksitosin 10 unit IM jika belum dilakukan pada penanganan aktif kala III.
Jangan berikan ergometrin karena dapat menyebabkan kontraksi uterus yang tonik,
yang bisa memperlambat pengeluaran plasenta.
·
Jika plasenta belum dilahirkan setelah
30 menit pemberian oksitisin dan uterus terasa berkontraksi, lakukan penarikan
tali pusat terkendali, jika traksi pusat belum berhasil, cobalah untuk
melakukan pengeluaran plasenta secara manual.
·
Jika perdarahan terus berlangsung,
lakukan uji pembekuan darah sederhana. Kegagalan terbentuknya pembekuan setelah
7 menit atau adanya bekuan lunak yang dapat pecah dengan mudah menunjukkan
adanya koagulopati.
·
Jika terdapat tanda – tanda infeksi
(demam, secret vagina yang berbau) berikan antibiotic untuk metritis
·
Sewaktu suatu bagian dari plasenta satu
atau lebih lobus teringgal, maka uterus tidak berkontraksi secara efektif, raba
bagian dalam uterus untuk mencari sisa plasenta.
·
Eksplorasi manual uterus menggunakan
teknik yang serupa dengan teknik yang digunakan untuk mengeluarkan plasenta
yang tidak keluar: keluarkan sisa plasenta dengan tangan, cunam ovum, atau
kuret besar, jika perdarahan berlanjut, lakukan uji pembekuan darah
b.
Atonia
Uteri
1)
Konsep
Dasar
Atonia
uteria (relakasai otot uterus) adalah Uteri tidak berkontraksi dalam 15 detik
setelah dilakukan pemijatan fundus uteri (plasenta telah lahir). (Depkes
Jakarta ; 2002)
Definisi
dari atonia uteri adalah suatu keadaan dimana terjadinya kegagalan otot rahim
yang menyebabkan pembuluh darah pada bekas implantasi plasenta terbuka sehingga
menimbulkan perdarahan.
2)
Etiologi
Penyebab
tersering kejadian pada ibu dengan atonia uteri antara lain :
a) Overdistension
uterus seperti: gemeli, makrosomia, polihidramnion, atau paritas tinggi
b) Umur
yang terlalu muda atau tua
c) Multipara
dengan jarak kehamilan pendek
d) Partus
lama/partus terlantar
e) Mal
nutrisi
f) Salah
penanganan dalam usaha melahirkan plasenta, sedangkan sebenarnya belum terlepas
dari uterus
g) Grandemultipara
h) Uterus
yang terlalu tegang
i)
Plasenta previa dan solusio plasenta
j)
Hipertensi dalam kehamilan
k) Infeksi
uterus
l)
Anemia berat
m) Penggunaan
oksitosin yang berlebihan dalam persalinan
n) Riwayat
perdarahan pasca persalinan sebelumnya atau riwayat plasenta manual
o) Pimpinan
kala III yang salah dengan memijit mijit atau mendorong – dorong uterus sebelum
plasenta terlepas
p) IUFD
yang sudah lama
q) Penyakit
hati
r) Emboli
air ketuban (koagulapati)
s) Tindakan
operatif dengan anastesi umum yang terlalu dalam
3)
Manifestasi
klinik
Tanda
dan gejala yang khas pada atonia uteri jika kita menemukan uterus tidak
berkontraksi dan lembek, perdarahan segera setelah anak lahir (post partum
primer)
4)
Penanganan
khusus
Jika
terdapat tanda – tanda sisa plasenta, keluarkan sisa plasenta tersebut, lakukan
uji pembekuan darah sederhana, jika perdarahan terus berlanjut dan tindakan di
atas telah dilakukan, lakukan KBI, kompresi aorta abdominalis, jika perdarahan
terus berlanjut setelah di lakukan kompresi lakukan ligasi arteri uterine dan
ovarika, lakukan histeroktomi jika terjadi perdarahan yang mengancam jiwa
setelah ligasi
c.
Perlukaan
jalan lahir
Persalinan
seringkali menyebabkan perlukaan jalan lahir. Luka yang terjadi biasanya ringan
tapi seringkali juga terjadi luka yang luas dan berbahaya, untuk itu setelah
persalinan harus dilakukan pemeriksaan vulva dan perineum. Pemeriksaan vagina dan serviks dengan
speculum perlu di lakukan setelah pembedahan pervaginam.
·
Luka pada vulva
Akibat
persalinan terutama pada primipara bisa timbul luka pada vulva di sekitar
introitus vagina yang biasanya tidak dalam akan tetapi kadang – kadang bisa
timbul perdarahan banyak khususnya luka dekat klitoris
·
Robekan perineum
Robekan
perineum terjadi pada hamper semua persalinan pertama dan tidak jarang pada
persalinan berikutnya. Dapat dihindarkan
dengan jalan menjaga jangan sampai dasar panggul yang dilalui oleh kepala janin
dengan cepat. Dan adanya robekan
perineum di bagi menjadi : Robekan perineum derajat 1,2,3 dan 4. Derajat laserasi jalan lahir adalah :
a) Derajat
I : Mukosa vagina, forchette
posterior, kulit perineum
b) Derajat
II : Mukosa vagina, forchette
posterior, kulit perineum, otot perineum
c) Derajat
III : Mukosa vagina, forchette
posterior, kulit perineum, otot perineum, otot sfingter ani eksterna
d) Derajat
IV : Mukosa vagina, forchette
posterior, kulit perineum, otot perineum, otot sfingter ani eksterna, dinding
rectum anterior.
Robekan perineum yang
lebih dari derajat 1 harus di jahit dan dilakukan sebelum plasenta lahir tapi
jika ada plasenta yang harus dikeluarkan secara manual, lebih baik tindakan itu
ditunda hingga plasenta lahir.
Pada robekan perineum
derajat 2, setelah diberi anastesi local otot – otot urogenitalis di hubungkan
di garis tengah dengan jahitan dan kemudian luka pada vagina dan kulit perineum
di tutp dengan mengikutsertakan jaringan – jaringan di bawahnya.
Menjahit robekan
perineum derajat 3 harus dilakukan dengan teliti; mula – mula dinding depan
rectum yang robek dijahit, kemudian fasia prarektal ditutup dan muskulus
sfingter ani eksterna yang robek di jahit.
Selanjutnya dilakukan penutupan robekan seperti pada robekan perineum derajat 2. Untuk mendapatkan hasil yang baik pada
robekan perineum total perlu diadakan penanganan pasca pembedahan sempurna.
Robekan perineum lebih
sering terjadi akibat ekstraksi dengan cunam, lebih – lebih apabila kepala
janin harus diputar. Robekan terdapat
pada dinding lateral dan baru terlihat pada pemeriksaan dengan speculum,
perdarahan biasanya banyak namun mudah untuk diatasi dengan jahitan.
·
Perlukaan vagina
Perlukaan
vagina yang tidak berhubungan dengan luka perineum jarang sekali terjadi.mungkin
ditemukan sesudah persalinan biasa, tetapi lebih sering terjadi akibat
ekstraksi dengan cunam, lebih – lebih apabila kepala janin harus diputar.
·
Robekan serviks
Robekan
serviks yang luas menimbulkan perdarahan dan dapat menjalar ke segmen bawah
uterus. Apabila terjadi perdarahan yang tidak berhenti walaupun plasenta
plasenta sudah lahir lengkap dan uterus berkontraksi baik, perlu dipikirkan
bahwa adanya perlukaan jalan lahir khususnya robekan serviks uteri. Dalam
keadaan ini serviksa harus diperiksa dengan speculum dan dilakukan secara ruitn
setelah tindakan obstetrics yang sulit.
d.
Ruptur
uteri
Ruptur
uteri atau robekan uterus merupakan peristiwa yang sangat berbahaya yang umunya
terjadi pada persalinan kadang – kadang juga pada kehamilan tua. Robekan uterus yang sering terjadi adalah
robekan bagian bawah uterus apabila terjadi robekan pada vagina bagian atas hal
ini dinamakan kolpaporeksis dan kadang – kadang sulit untuk membedakannnya. Jika terjadi rupture uteri dan peritoneum
pada permukaan uterus ikut robek ini dinamakan rupturan uteri
inkompleta.pinggir rupture biasanya tidak rata, letaknya pada uterus melintang
atau membujur atau miring ke kiri atau ke kanan. Kemungkinan pula terdapat robekan dinding
kandung kemih.
B) Mendeteksi
adanya komplikasi dan penyulit persalinan kala IV
A.
Perdarahan
kala IV (primer dan sekunder)
Definisi
Yang dimaksud dengan perdarahan
post partum adalah perdarahan yang terjadi dalam 24 jam setelah persalinan
berlangsung.
Haemorragic post partum (HPP)
biasanya kehilangan darah lebih dari 500 ml selama atau setelah melahirkan
(Marylin E Doengoes, 2001)
Perdarahan post partum tahap
primer: perdarahan post partum terjadi dalam 24 jam pertama. Penyebab: atonia uteri, retensio plasenta,
sisa plasenta, robekan jalan lahir, terbanyak dalam 2 jam pertama.
Perdarahan post partum tahap
sekunder: perdarahan post partum terjadi setelah 24 jam pertama. Penyebab: robekan jalan lahir, dan sisa
plasenta atau membrane.
Factor
penyebab
1. Atonia uteri (> 75%), atau uteri tidak
berkontraksi dalam 15 detik setelah dilakukan pemijatan fundus uteri (plasenta
telah lahir). (JNPKR, Asuhan Persalinan
Normal, Depkes Jakarta ; 2002).
2. Robekan
(laserasi, luka) jalan lahir atau robekan yang terjadi pada jalan lahir bisa
disebabkan oleh robekan spontan atau memang sengaja dilakukan episiotomi,
robekan jalan lahir dapat terjadi di tempat: robekan servik, perlukaan vagina,
robekan perinium.
3. Retensio
plasenta dan sisa plasenta (plasenta tertahan di dalam rahim baik sebagian atau
seluruhnya).
4. Inversio
uterus (uterus keluar dari rahim).
5. Gangguan
pembekuan darah (koagulopati).
Langkah
– langkah penanganan
(a) Pijat
uterus agara berkontraksi dan keluarkan bekuan darah
(b) Kaji
kondisi pasien (denyut jantung, tekanan darah, warna kulit, kesadaran,
kontraksi uterus) dan perkirakan banyaknya darah yang keluar.
(c) Berikan
oksitosin (10 IU IV dan ergometrin 0,5 IV.
Berikan melalui IM apabila tidak bisa melalui IV)
(d) Siapkan
donor untuk transfuse, ambil darah untuk kroscek, berikan NaCl 11/15 menit
apabila pasien mengalami syok (pemberian infuse sampai sekitar 3 Lt untuk
mengatasi syok)
(e) Kandung
kemih selalu dalam kondisi kosong
(f) Awasi
agar uterus dapat terus berkontraksi dengan baik
(g) Jika
perdarahan persisten dan uterus tetap rileks, lakukan kompresi bimanual
(h) Jika
perdarahan persisten dan uterus berkontraksi dengan baik, maka lakukan
pemeriksaan pada vagina dan serviks untuk menemukan laserasi yang menyebabkan
perdarahan tersebut
(i) Jika
ada indikasi bahwa mungkin terjadi infeksi yang diikuti dengan demam,
menggigil, lokhea yang berbau busuk, segera berikan antibiotic berspektrum luas
(j) Lakukan
pencatatan yang akurat
Langkah
awal penanganan perdarahan sekunder
a) Prioritas
dalam penatalaksanaan HPP sekunder (sama dengan HPP primer)
b) Masukkan
pasien ke rumah sakit sebagai salah satu kasus kedaruratan
c) Percepatan
kontraksi dengan cara melakukan massage uterus, jika uterus masih teraba
d) Kaji
kondisi pasien, jika pasien di daerah terpencil mulailah sebelum dilakukan
rujukan
e) Berikan
oksitosin (oksitosin 10 IU IV dan ergometrin 0,5 IV. Berikan melalui IM apabila
tidak bisa melalui IV)
f) Siapkan
darah untuk transfuse, ambil darah untuk cross cek, berikan NaCl 11/15 menit
apabila pasien mengalami syok (pemberian infuse sampai sekitar 3 Lt untuk
mengatasi syok), pada kasus syok yang parah gunakan plasma ekspander
g) Awasi
agar uterus tetap berkontraksi dengan baik.
Tambahkan 40 IU oksitosin dalam 1 liter cairan infuse dengan tetesan 40
tetes/menit
h) Berikan
antibiotic berspektrum luas
i)
Jika mungkin siapkan pasien untuk
pemeriksaan segera di bawah pengaruh anastesi
Prosedur
tetap (protal): Langkah yang harus dilakukan pertama penanganan perdarahan:
a. Melakukan
anamnesa
b. Memeriksa
bahwa uterus kenyal dan berkontraksi baik
c. Memastikan
jumlah darah yang hilang
d. Memeriksa
kondisi umum (misal kepucatan, tingkat kesadaran)
e. Memeriksa
tanda – tanda vital
f. Memeriksa
asupan cairan (setelah pasien stabil cairan IV harus diberikan rata – rata 1
liter dalam 6 – 8 jam )
g. Jika
dilakukan transfuse darah harus di pantau dan volume yang ditransfusikan harus
di catat sebagai asupan cairan
h. Ukur
pengeluaran urine dan membuat catatan yang akurat
B.
Syok
Obstetrics
Konsep
dasar
Suatu keadaan klinis yang akut pada
seorang penderita, yang bersumber pada berkurangnya perfusi jaringan dengan
darah, akibat gangguan pada sirkulasi mikro
Peristiwa – peristiwa yang dapat
menimbulkan syok dalam praktek kebidanan adalah : perdarahan, infeksi berat,
solution plasenta, perlukaan dalam persalinan, inversion uteri, emboli air
ketuban, gangguan dua atau lebih factor di atas.
Factor
predisposisi dalam praktek kebidanan
a. Anemia
b. Gangguan
gizi
c. Partus
lama disertai dengan dehidrasi dan asidosis
Penanganan
secara umum
Memberikan jaminan
kelancaran ventilasi, beri cairan infuse, tanggulangi penyebab terjadinya syok
Penanganan
syok hemoragik
Yang penting dilakukan
bidan adalah :
-
Siapkan diri dengan keyakinan bahwa kita
telah benar mendeteksi penyebab syok
-
Lakukan penanganan dengan cepat dan
tepat
-
Ketersediaan obat dan alat – alat
-
Hentikan perdarahan dan mengganti
kehilangan darah, pasien di posisikan trendelenberg, jangan sampai kedinginan,
jaga jalan nafas dengan posisi dan melonggarkan pakaian pasien lalu berikan
oksigen 100% kira – kira 51/menit melalui jalan nafas
-
Berikan infuse NaCl 0,9%, RL, dekstran,
plasama, dsb dengan memasang tekanan vena pusat (CVP) dan keadaan dieresis
untuk mengukur keluar masuk cairan dengan cepat
Penanganan
syok septic
-
Perhatikan kelancaran ventilasi,
kemudian berikan oksigen diberikan dengan masker, jika perlu gunakan pipa
endotrakial atau trakeotomi (dilakukan oleh dokter) serta oksigenasi 100%
-
Ibu harus mendapatkan cukup cairan
dengan larutan garam 0,9 %,RL, Dekstran dan sebagainya dengan menggunakan CVP
-
Bicarbonate natrikus umenghindari
asidosis metabolic
-
Berikan antibiotic berspektrum luas dan
dosis tinggi secara intravena sebelum jenis kuman di ketahui (sesuai instruksi
dokter)
-
Pemberian klukortikoid besar manfaatnya
pada penderita ini misalnya dexamethason 3 mg/kg berat badan, suntikan jika
perlu di ulangi 4 jam kemudian
DAFTAR PUSTAKA
Manuaba, Ida Bagus Gde. 1998. Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan,
& Keluarga Berencana Untuk
Pendidikan Bidan. Jakarta: EGC.
Rukiyah,
Ai Yeyeh dkk. 2011. Asuhan Kebidanan III
(Nifas). Jakarta: CV. Trans Info Media.
Indrayani dan Moudy Emma Unaria Djami. 2013.
Asuhan Persalinan dan Bayi Baru Lahir. Jakarta:
Trans Info Media.
Rukiyah, Ai Yeyeh dan Lia Yulianti. 2010.
Asuhan Kebidanan Patologi Kebidanan 4.
Jakarta: Trans Info Media.
Saifuddin, Abdul Bari. 2002. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan
Maternal dan Neonatal. Jakarta: JNPKKR-POGI.
Saifuddin, Abdul Bari. 2002. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan
Maternal dan Neonatal. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
Saifuddin,
Abdul Bari dkk. 1991. Ilmu Kebidanan.
Jakarta: YBPSP.
Sastrawinata,
Sulaiman dkk. 2004. Obstetri Patologi. Jakarta:
EGC.
Lutan,
Defi. 1998. Sinopsis Obstetri Fisiologi
dan Patologi. Jakarta: EGC.
Silvia, Price. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jakarta: EGC.


