Askeb II

                          Mendeteksi adanya komplikasi dan penyulit persalinan kala III dan IV


A)    Mendeteksi adanya komplikasi dan penyulit persalinan kala III
Konsep Dasar
Yang dimaksud dengan penyulit kala III dan IV seorang ibu bersalin adalah penyulit yang terjadi pada ibu sedang bersalin kala III (kala uri, masa setelah dua jam post partum sampai seluruh plasenta lengkap lahir). 
Segera setelah plasenta lahir, maka dinding uterus akan berkontraksi dan menekan semua pembuluh darah yang terbuka sehingga dapat menghentikan perdarahan yang terjadi akibat melepasnya plasenta.  Jika uterus tidak berkontraksi maka seorang ibu dapat kehilangan banyak darah, maka deteksi dini dan penanganan kelahiran setelah plasenta segera setelah lepas dari dinding uterus secara kompeten sangat diperlukan.
Seringkali keadaan persalinan menyebabkan kesulitan untuk menentukkan jumlah perdarahan yang terjadi karena bercampur dengan air ketuban dan serapan pada kain atau alas tidur yang dipakai ibu bersalin.  Dinyatakan perdarahan post partum bila terjadi kehilangan darah lebih dari 500 mlper 24 jam.  Perdarahan post partum merupakan factor penyebab langsung kematian ibu bersalin.
Sebagian besar kematian maternal terjadi dalam waktu 4 jam setelah melahirkan dan merupakan akibat dari masalah yang timbul selama persalinan kala tiga.  Perdarahan kala tiga adalah kehilangan darah lebih dari 500 ml setelah persalinan kala tiga.  Namun, dalam prakteknya sulit untuk mengukur kehilangan darah dengan tepat dan jumlahnya sering di perkirakan hamper terlalu rendah.  Seorang ibu dengan perdarahan hebat akan cepat meninggal bila tidak mendapatkan perawatan medis yang sesuai.  Jadi sangat penting untuk melakukan pendeteksian yang tepat mengenai penyebab perdarahan tersebut agar dapat di tangani dengan tepat.

Factor penyebab
a.       Grandemultipara yaitu jarak persalinan pendek kurang dari 2 tahun
b.      Persalinan yang dilakukan dengan tindakan pertolongan kala uri sebelum waktunya, pertolongan persalinan oleh dukun, dan persalinan dengan tindakan paksa
c.       Penyebab utama perdarahan post partum primer: Atoni uteri (50-60%), retensio plasenta (16-17%). Sisa plasenta(23-24%), laserasi jalan lahir (4-5%)
Manifestasi klinik
Gejala klinik umum yang terjadi adalah kehilangan darah dalam jumlah yang banyak (>500ml), nadi lemah, pucat, lochea berwarna merah, haus pusing, gelisah, letih, dan dapat terjadi syok hipovolemik, tekanan darah rendah, ekstremitas dingin, mual.
1.      Perdarahan kala tiga
Perdarahan kala tiga adalah kehilangan darah lebih dari 500 ml setelah kelahiran plasenta.  Perdarahan yang banyak pada dalam waktu yang pendek dapat segera diketahui, tapi perdarahan sedikit dalam waktu yang lama tanpa kita sadari penderita telah kehilangan banyak darah sebelum tampak pucat dan gejala lainnya.
Perdarahan post partum adalah perdarahan lebih dari 500-600 ml selama 24 jam setelah anak lahir. Termasuk perdarahan karena retensio plasenta. Perdarahan post partum adalah perdarahan dalam kala IV lebih dari 500-600cc dalam 24 jam setelah anak dan plasenta lahir (Mochtar, 1998)
2.      Factor predisposisi
Adapun factor predisposisi terjadinya perdarahan post partum, antara lain:
a.       Trauma pada traktur genitalis :
·         Episiotomy yang lebar
·         Dilatasi
·         Laserasi perineum, vagina, serviks
·         Rupture uteri
b.      Perdarahan pada tempat implantasi :
·         Atonia uteri
·         Anastesi umum, anastesi blok
·         Miometrium dengan perfusi yang jelek dapat terjadi hipotensi
·         Uterus overdistensi; janin besar, kembar, hidramnion
·         Setelah persalinan lama, sangat cepat (presipitatus), induksi
·         Paritas tinggi
·         Riwayat atonia
·         Korionamnionitis
·         Jaringan plasenta tertahan; adanya sisa kotiledon dan lobus suksenturiata
·         Implantasi plasenta abnormal; akreta, inkreta, perkreta
c.       Defek koagulasi
3.      Diagnosis
Diagnosis perdarahan pada kala tiga dapat di tegakkan berdasarkan tanda dan gejala seperti pengeluaran pervaginam, tumpukkan intra uteri, intraperitoneum tidak terdeteksi, kondisi uterus, inspeksi jalan lahir, keadaan umum.
4.      Cara mendeteksi
Berikut ini adalah langkah – langkah atau cara mendeteksi komplikasi kala tiga persalinan, antara lain :  
a.       Palpasi uterus
Dengan melakukan perabaan pada uterus, periksa dengan seksama bagaiman kontraksi uterus dan tinggi fundus uterus. Bila dalam perabaan di temukan :
·         Kontraksi uterus lembek, lemah dan fundus uterus masih tinggi merupakan tanda atonia uteri
·         Kontraksi uterus kuat dan fundus uteri sudah mengecil maka diagnosis tanda atonia uteri disingkirkan.
b.      Periksa plasenta dan selaput ketuban
Periksa apakah pada plasenta terdapat robekan atau tercabik – cabik beserta selaput ketubannya.  Bila didapatkan :
·         Plasenta dan selaput ketuban tidak lengkap curigai adanya sisa plasenta dan selaput ketuban atau retensio plasenta.
·         Plasenta dan selaput ketuban lengkap diagnosis retensio plasenta disingkirkan.
5.      Penyebab
a.      Retensio plasenta
1)      Konsep Dasar
Retensio plasenta adalah terlambatnya kelahiran plasenta selama setengah jam setelah persalinan bayi.  Pada beberapa kasus dapat terjadi retensio berulang (habitual retensio plasenta), plasenta harus di keluarkan karena dapat menimbulkan perdarahan, infeksi karena sebagai benda mati, dapat terjadi plasenta incarserata, polip plasenta, degenerasi ganas khorio karsinoma.
2)      Penyebab Retensio Plasenta
Secara fungsional dapat terjadi karena his kurang kuat (penyebab terpenting), dan plasenta sukar terlepas karena tempatnya (insersi di sudut tuba), bentuknya (plasenta membranasea, plasenta anularis), dan ukurannya (plasenta yang sangat kecil), plasenta yang sulit lepas karena penyebab di atas di sebut plasenta adhesive.
3)      Tanda dan gejala
Gejala yang selalu ada: plasenta belum lahir setelah 30 menit, perdarahan segera, kontraksi uterus baik. Gejala yang kadang – kadang timbul: tali pusat putus akibat kontraksi berlebihan, inverse uteri akibat tarikan, perdarahan lanjutan.
Tertinggalnya plasenta (sisa plasenta), gejala yang selalu ada: Plasenta atau sebagian selaput (mengandung pembuluh darah) tidak lengkap dan perdarahan segera. Gejala yang kadang – kadang timbul: Uterus berkontraksi baik tetapi tinggi fundus tidak berkurang.
4)      Penanganan secara umum
·           Jika plasenta terlihat dalam vagina, mintalah ibu untuk mengedan, jika anda dapat merasakan plasenta dalam vagina, keluarkan plasenta tersebut, pastikan kandung kemih sudah kosong, jika di perlukan lakukan kateterisasi kandung kemih. 
·           Jika plasenta belum keluar lakukakn oksitosin 10 unit IM jika belum dilakukan pada penanganan aktif kala III. Jangan berikan ergometrin karena dapat menyebabkan kontraksi uterus yang tonik, yang bisa memperlambat pengeluaran plasenta.
·           Jika plasenta belum dilahirkan setelah 30 menit pemberian oksitisin dan uterus terasa berkontraksi, lakukan penarikan tali pusat terkendali, jika traksi pusat belum berhasil, cobalah untuk melakukan pengeluaran plasenta secara manual.
·           Jika perdarahan terus berlangsung, lakukan uji pembekuan darah sederhana. Kegagalan terbentuknya pembekuan setelah 7 menit atau adanya bekuan lunak yang dapat pecah dengan mudah menunjukkan adanya koagulopati.
·           Jika terdapat tanda – tanda infeksi (demam, secret vagina yang berbau) berikan antibiotic untuk metritis
·           Sewaktu suatu bagian dari plasenta satu atau lebih lobus teringgal, maka uterus tidak berkontraksi secara efektif, raba bagian dalam uterus untuk mencari sisa plasenta.
·           Eksplorasi manual uterus menggunakan teknik yang serupa dengan teknik yang digunakan untuk mengeluarkan plasenta yang tidak keluar: keluarkan sisa plasenta dengan tangan, cunam ovum, atau kuret besar, jika perdarahan berlanjut, lakukan uji pembekuan darah
b.      Atonia Uteri
1)      Konsep Dasar
Atonia uteria (relakasai otot uterus) adalah Uteri tidak berkontraksi dalam 15 detik setelah dilakukan pemijatan fundus uteri (plasenta telah lahir). (Depkes Jakarta ; 2002)
Definisi dari atonia uteri adalah suatu keadaan dimana terjadinya kegagalan otot rahim yang menyebabkan pembuluh darah pada bekas implantasi plasenta terbuka sehingga menimbulkan perdarahan.
2)      Etiologi
Penyebab tersering kejadian pada ibu dengan atonia uteri antara lain :
a)      Overdistension uterus seperti: gemeli, makrosomia, polihidramnion, atau paritas tinggi
b)      Umur yang terlalu muda atau tua
c)      Multipara dengan jarak kehamilan pendek
d)     Partus lama/partus terlantar
e)      Mal nutrisi
f)       Salah penanganan dalam usaha melahirkan plasenta, sedangkan sebenarnya belum terlepas dari uterus
g)      Grandemultipara
h)      Uterus yang terlalu tegang
i)        Plasenta previa dan solusio plasenta
j)        Hipertensi dalam kehamilan
k)      Infeksi uterus
l)        Anemia berat
m)    Penggunaan oksitosin yang berlebihan dalam persalinan
n)      Riwayat perdarahan pasca persalinan sebelumnya atau riwayat plasenta manual
o)      Pimpinan kala III yang salah dengan memijit mijit atau mendorong – dorong uterus sebelum plasenta terlepas
p)      IUFD yang sudah lama
q)      Penyakit hati
r)       Emboli air ketuban (koagulapati)
s)       Tindakan operatif dengan anastesi umum yang terlalu dalam
3)      Manifestasi klinik
Tanda dan gejala yang khas pada atonia uteri jika kita menemukan uterus tidak berkontraksi dan lembek, perdarahan segera setelah anak lahir (post partum primer)
4)      Penanganan khusus
Jika terdapat tanda – tanda sisa plasenta, keluarkan sisa plasenta tersebut, lakukan uji pembekuan darah sederhana, jika perdarahan terus berlanjut dan tindakan di atas telah dilakukan, lakukan KBI, kompresi aorta abdominalis, jika perdarahan terus berlanjut setelah di lakukan kompresi lakukan ligasi arteri uterine dan ovarika, lakukan histeroktomi jika terjadi perdarahan yang mengancam jiwa setelah ligasi
c.       Perlukaan jalan lahir
Persalinan seringkali menyebabkan perlukaan jalan lahir. Luka yang terjadi biasanya ringan tapi seringkali juga terjadi luka yang luas dan berbahaya, untuk itu setelah persalinan harus dilakukan pemeriksaan vulva dan perineum.  Pemeriksaan vagina dan serviks dengan speculum perlu di lakukan setelah pembedahan pervaginam.
·         Luka pada vulva
Akibat persalinan terutama pada primipara bisa timbul luka pada vulva di sekitar introitus vagina yang biasanya tidak dalam akan tetapi kadang – kadang bisa timbul perdarahan banyak khususnya luka dekat klitoris
·         Robekan perineum
Robekan perineum terjadi pada hamper semua persalinan pertama dan tidak jarang pada persalinan berikutnya.  Dapat dihindarkan dengan jalan menjaga jangan sampai dasar panggul yang dilalui oleh kepala janin dengan cepat.  Dan adanya robekan perineum di bagi menjadi : Robekan perineum derajat 1,2,3 dan 4.  Derajat laserasi jalan lahir adalah :
a)      Derajat I         : Mukosa vagina, forchette posterior, kulit perineum
b)      Derajat II       : Mukosa vagina, forchette posterior, kulit perineum, otot perineum
c)      Derajat III      : Mukosa vagina, forchette posterior, kulit perineum, otot perineum, otot sfingter ani eksterna
d)     Derajat IV      : Mukosa vagina, forchette posterior, kulit perineum, otot perineum, otot sfingter ani eksterna, dinding rectum anterior.
Robekan perineum yang lebih dari derajat 1 harus di jahit dan dilakukan sebelum plasenta lahir tapi jika ada plasenta yang harus dikeluarkan secara manual, lebih baik tindakan itu ditunda hingga plasenta lahir.
Pada robekan perineum derajat 2, setelah diberi anastesi local otot – otot urogenitalis di hubungkan di garis tengah dengan jahitan dan kemudian luka pada vagina dan kulit perineum di tutp dengan mengikutsertakan jaringan – jaringan di bawahnya.
Menjahit robekan perineum derajat 3 harus dilakukan dengan teliti; mula – mula dinding depan rectum yang robek dijahit, kemudian fasia prarektal ditutup dan muskulus sfingter ani eksterna yang robek di jahit.  Selanjutnya dilakukan penutupan robekan seperti pada robekan  perineum derajat 2.  Untuk mendapatkan hasil yang baik pada robekan perineum total perlu diadakan penanganan pasca pembedahan sempurna.
Robekan perineum lebih sering terjadi akibat ekstraksi dengan cunam, lebih – lebih apabila kepala janin harus diputar.  Robekan terdapat pada dinding lateral dan baru terlihat pada pemeriksaan dengan speculum, perdarahan biasanya banyak namun mudah untuk diatasi dengan jahitan.
·         Perlukaan vagina
Perlukaan vagina yang tidak berhubungan dengan luka perineum jarang sekali terjadi.mungkin ditemukan sesudah persalinan biasa, tetapi lebih sering terjadi akibat ekstraksi dengan cunam, lebih – lebih apabila kepala janin harus diputar.
·         Robekan serviks
Robekan serviks yang luas menimbulkan perdarahan dan dapat menjalar ke segmen bawah uterus. Apabila terjadi perdarahan yang tidak berhenti walaupun plasenta plasenta sudah lahir lengkap dan uterus berkontraksi baik, perlu dipikirkan bahwa adanya perlukaan jalan lahir khususnya robekan serviks uteri. Dalam keadaan ini serviksa harus diperiksa dengan speculum dan dilakukan secara ruitn setelah tindakan obstetrics yang sulit.

d.      Ruptur uteri
Ruptur uteri atau robekan uterus merupakan peristiwa yang sangat berbahaya yang umunya terjadi pada persalinan kadang – kadang juga pada kehamilan tua.  Robekan uterus yang sering terjadi adalah robekan bagian bawah uterus apabila terjadi robekan pada vagina bagian atas hal ini dinamakan kolpaporeksis dan kadang – kadang sulit untuk membedakannnya.  Jika terjadi rupture uteri dan peritoneum pada permukaan uterus ikut robek ini dinamakan rupturan uteri inkompleta.pinggir rupture biasanya tidak rata, letaknya pada uterus melintang atau membujur atau miring ke kiri atau ke kanan.  Kemungkinan pula terdapat robekan dinding kandung kemih.

B)    Mendeteksi adanya komplikasi dan penyulit persalinan kala IV
A.    Perdarahan kala IV (primer dan sekunder)
Definisi
Yang dimaksud dengan perdarahan post partum adalah perdarahan yang terjadi dalam 24 jam setelah persalinan berlangsung.
Haemorragic post partum (HPP) biasanya kehilangan darah lebih dari 500 ml selama atau setelah melahirkan (Marylin E Doengoes, 2001)
Perdarahan post partum tahap primer: perdarahan post partum terjadi dalam 24 jam pertama.  Penyebab: atonia uteri, retensio plasenta, sisa plasenta, robekan jalan lahir, terbanyak dalam 2 jam pertama.
Perdarahan post partum tahap sekunder: perdarahan post partum terjadi setelah 24 jam pertama.  Penyebab: robekan jalan lahir, dan sisa plasenta atau membrane.




Factor penyebab
1.       Atonia uteri (> 75%), atau uteri tidak berkontraksi dalam 15 detik setelah dilakukan pemijatan fundus uteri (plasenta telah lahir).  (JNPKR, Asuhan Persalinan Normal, Depkes Jakarta ; 2002).
2.      Robekan (laserasi, luka) jalan lahir atau robekan yang terjadi pada jalan lahir bisa disebabkan oleh robekan spontan atau memang sengaja dilakukan episiotomi, robekan jalan lahir dapat terjadi di tempat: robekan servik, perlukaan vagina, robekan perinium.
3.      Retensio plasenta dan sisa plasenta (plasenta tertahan di dalam rahim baik sebagian atau seluruhnya).
4.      Inversio uterus (uterus keluar dari rahim).
5.      Gangguan pembekuan darah (koagulopati).
Langkah – langkah penanganan
(a)    Pijat uterus agara berkontraksi dan keluarkan bekuan darah
(b)   Kaji kondisi pasien (denyut jantung, tekanan darah, warna kulit, kesadaran, kontraksi uterus) dan perkirakan banyaknya darah yang keluar.
(c)    Berikan oksitosin (10 IU IV dan ergometrin 0,5 IV.  Berikan melalui IM apabila tidak bisa melalui IV)
(d)   Siapkan donor untuk transfuse, ambil darah untuk kroscek, berikan NaCl 11/15 menit apabila pasien mengalami syok (pemberian infuse sampai sekitar 3 Lt untuk mengatasi syok)
(e)    Kandung kemih selalu dalam kondisi kosong
(f)    Awasi agar uterus dapat terus berkontraksi dengan baik
(g)   Jika perdarahan persisten dan uterus tetap rileks, lakukan kompresi bimanual
(h)   Jika perdarahan persisten dan uterus berkontraksi dengan baik, maka lakukan pemeriksaan pada vagina dan serviks untuk menemukan laserasi yang menyebabkan perdarahan tersebut
(i)     Jika ada indikasi bahwa mungkin terjadi infeksi yang diikuti dengan demam, menggigil, lokhea yang berbau busuk, segera berikan antibiotic berspektrum luas
(j)     Lakukan pencatatan yang akurat
Langkah awal penanganan perdarahan sekunder
a)      Prioritas dalam penatalaksanaan HPP sekunder (sama dengan HPP primer)
b)      Masukkan pasien ke rumah sakit sebagai salah satu kasus kedaruratan
c)      Percepatan kontraksi dengan cara melakukan massage uterus, jika uterus masih teraba
d)     Kaji kondisi pasien, jika pasien di daerah terpencil mulailah sebelum dilakukan rujukan
e)      Berikan oksitosin (oksitosin 10 IU IV dan ergometrin 0,5 IV. Berikan melalui IM apabila tidak bisa melalui IV)
f)       Siapkan darah untuk transfuse, ambil darah untuk cross cek, berikan NaCl 11/15 menit apabila pasien mengalami syok (pemberian infuse sampai sekitar 3 Lt untuk mengatasi syok), pada kasus syok yang parah gunakan plasma ekspander
g)      Awasi agar uterus tetap berkontraksi dengan baik.  Tambahkan 40 IU oksitosin dalam 1 liter cairan infuse dengan tetesan 40 tetes/menit
h)      Berikan antibiotic berspektrum luas
i)        Jika mungkin siapkan pasien untuk pemeriksaan segera di bawah pengaruh anastesi
Prosedur tetap (protal): Langkah yang harus dilakukan pertama penanganan perdarahan:
a.       Melakukan anamnesa
b.      Memeriksa bahwa uterus kenyal dan berkontraksi baik
c.       Memastikan jumlah darah yang hilang
d.      Memeriksa kondisi umum (misal kepucatan, tingkat kesadaran)
e.       Memeriksa tanda – tanda vital
f.       Memeriksa asupan cairan (setelah pasien stabil cairan IV harus diberikan rata – rata 1 liter dalam 6 – 8 jam )
g.      Jika dilakukan transfuse darah harus di pantau dan volume yang ditransfusikan harus di catat sebagai asupan cairan
h.      Ukur pengeluaran urine dan membuat catatan yang akurat
B.     Syok Obstetrics
Konsep dasar
Suatu keadaan klinis yang akut pada seorang penderita, yang bersumber pada berkurangnya perfusi jaringan dengan darah, akibat gangguan pada sirkulasi mikro
Peristiwa – peristiwa yang dapat menimbulkan syok dalam praktek kebidanan adalah : perdarahan, infeksi berat, solution plasenta, perlukaan dalam persalinan, inversion uteri, emboli air ketuban, gangguan dua atau lebih factor di atas.
Factor predisposisi dalam praktek kebidanan
a.       Anemia
b.      Gangguan gizi
c.       Partus lama disertai dengan dehidrasi dan asidosis
Penanganan secara umum
Memberikan jaminan kelancaran ventilasi, beri cairan infuse, tanggulangi penyebab terjadinya syok
Penanganan syok hemoragik
Yang penting dilakukan bidan adalah :
-          Siapkan diri dengan keyakinan bahwa kita telah benar mendeteksi penyebab syok
-          Lakukan penanganan dengan cepat dan tepat
-          Ketersediaan obat dan alat – alat
-          Hentikan perdarahan dan mengganti kehilangan darah, pasien di posisikan trendelenberg, jangan sampai kedinginan, jaga jalan nafas dengan posisi dan melonggarkan pakaian pasien lalu berikan oksigen 100% kira – kira 51/menit melalui jalan nafas
-          Berikan infuse NaCl 0,9%, RL, dekstran, plasama, dsb dengan memasang tekanan vena pusat (CVP) dan keadaan dieresis untuk mengukur keluar masuk cairan dengan cepat
Penanganan syok septic
-          Perhatikan kelancaran ventilasi, kemudian berikan oksigen diberikan dengan masker, jika perlu gunakan pipa endotrakial atau trakeotomi (dilakukan oleh dokter) serta oksigenasi 100%
-          Ibu harus mendapatkan cukup cairan dengan larutan garam 0,9 %,RL, Dekstran dan sebagainya dengan menggunakan CVP
-          Bicarbonate natrikus umenghindari asidosis metabolic
-          Berikan antibiotic berspektrum luas dan dosis tinggi secara intravena sebelum jenis kuman di ketahui (sesuai instruksi dokter)
-          Pemberian klukortikoid besar manfaatnya pada penderita ini misalnya dexamethason 3 mg/kg berat badan, suntikan jika perlu di ulangi 4 jam kemudian








  
DAFTAR PUSTAKA

Manuaba, Ida Bagus Gde. 1998. Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan,
& Keluarga Berencana Untuk Pendidikan Bidan. Jakarta: EGC.
       Rukiyah, Ai Yeyeh dkk. 2011. Asuhan Kebidanan III (Nifas). Jakarta: CV. Trans Info Media.
       Indrayani dan Moudy Emma Unaria Djami. 2013. Asuhan Persalinan dan Bayi Baru Lahir. Jakarta: Trans Info Media.
       Rukiyah, Ai Yeyeh dan Lia Yulianti. 2010. Asuhan Kebidanan Patologi Kebidanan 4. Jakarta: Trans Info Media.
       Saifuddin, Abdul Bari. 2002. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta: JNPKKR-POGI.
       Saifuddin, Abdul Bari. 2002. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
Saifuddin, Abdul Bari dkk. 1991. Ilmu Kebidanan. Jakarta: YBPSP.
Sastrawinata, Sulaiman dkk. 2004. Obstetri Patologi. Jakarta: EGC.
Lutan, Defi. 1998. Sinopsis Obstetri Fisiologi dan Patologi. Jakarta: EGC.
       Silvia, Price. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jakarta: EGC.